PARTAI SEBAGAI BADAN PUBLIK

Partai politik (Parpol) sejatinya adalah lembaga politik milik publik. Sebab, raison d’etre atau alasan mengadanya partai politik adalah melayani kepentingan umum dimana UU Parpol, tujuan Parpol bersifat publik, yaitu memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara.

Tanpa kehadiran partai yang berjuang untuk kepentingan publik, sulit untuk berharap ada perbaikan pada kehidupan berbangsa dan bernegara karena ada kemendesakan untuk memperjuangkan agar partai politik menjadi badan publik. Tentu saja, itu tidak gampang, tetapi harus diperjuangkan.

Pertama, memastikan kemandirian partai politik dalam hal pendanaan. Sudah saatnya mendorong semua partai untuk menghidupkan iuran anggotanya.

Anggaplah satu partai punya kader dan anggota sebanyak 700 ribu orang. Anggaplah iurannya sebesar Rp 10 ribu, maka iurang yang terkumpul bisa mencapai Rp 7 milyar. Setidaknya, anggaran segitu sudah bisa membiayai operasional partai.

Selain itu, sumbangan dari pihak ketiga, baik pengusaha maupun pihak lain yang berduit, harus dibatasi dan dibuat transparan. Untuk ini, UU nomor 2 tahun 2011 tentang perubahan UU Pemilu sudah membuat batasan sumbangan dari pihak luar: individu maksimal Rp 1 milyar, sedangkan badan usaha maksimal Rp 7,5 milyar.

Ide pembiayaan partai oleh Negara juga patut didukung. Setidaknya, ketika mendapat pembiayaan dari Negara, ada hak publik untuk menagih partai agar membuka laporan keuangannya. Dan yang terpenting juga, publik berhak menagih dan mengevaluasi kinerja partai.

Kedua, mendemokratiskan kehidupan partai. Agar partai tak lagi menjadi milik pribadi. Agar partai tak ubahnya perusahaan milik keluarga. Agar regenerasi kepemimpinan partai tak lagi seperti pewarisan takhta raja-raja di masa lampau.

Tentu saja ini tidak mudah. Menyerukan demokrasi internal kepada partai-partai itu ibarat berseru-seru di tengah padang pasir. Tapi, mau bagaimana lagi, ini harus dilakukan dan diperjuangkan.

Harus ada kondisi yang memungkinkan pengambilan kebijakan partai tidak lagi tersentralisasi di tangan segelintir orang, atau badan super-power, melainkan di tangan seluruh anggota lewat mekanisme yang demokratis. Kemudian, regenerasi kepemimpinan partai juga terbuka ke seluruh kader partai.

Ketiga, memperjuangkan berdirinya partai alternatif. Sebuah partai yang dikelola secara modern dan demokratis, yang bekerja untuk kepentingan publik.

Tentu saja, membangun partai alternatif tidak gampang, di tengah situasi yang segalanya membutuhkan uang, apalagi diperhadapkan dengan batasan-batasan demokrasi yang formalistik: persyaratan pendirian partai, persyaratan partai peserta pemilu, dan lain sebagainya.

Tetapi bukan berarti tidak mungkin. Suburnya ketidakkepercayaan rakyat terhadap partai-partai yang ada adalah basis sosial untuk pendirian partai alternatif.

Tinggalkan Balasan